Pengalaman Pertama Postingannya Dibedah DI ODOP
Mengapa kita harus berkomunitas? Suatu hari ada seorang kawan yang bertanya. Lebih baik mana membeli buku berkualitas dengan mengikuti bootcamp di Sanbercode. Kalau dihitung-hitung biaya yang dikeluarkan hampir sama. Biaya pelatihan dasar di Sanbercode saat itu sebesar 200 ribu, sedangkan buku komputer yang bagus harganya minimal 150 ribu.
Tujuan Bergabung Dengan Komunitas
Membeli buku programming adalah pilihan yang sangat bagus, biasanya di buku kita bisa belajar lebih banyak tentang basic pemrograman dan bagaimana sebuah mesin bekerja. Namun musuh terbesar belajar pemrograman secara otodidak adalah "MALAS". Biasanya kalau belajar sendirian, motivasinya seperti iman, mudah naik, tapi lebih mudah turun.
Di bootcamp Sanbercode yang murah meriah. Kita akan mendapatkan banyak teman sekubu. Teman belajar bersama tempat saling sharing, menyemangati atau sekedar ber haha hihi. Misalnya ada yang sudah menyelesaikan tugas. Peserta yang lain akan termotivasi untuk menyelesaikan tugas dengan cara apapun, misalnya nyontek punya temen :P~.
Musuh kedua dari buku adalah "KURANG SABAR". Meskipun belajar lewat buku, seharusnya kita tetap belajar sesuai urutan. Namun karena kemalasanku (Sengaja nggak pakai kata "kita" daripada nanti ada yang protes, "Kamu aja kali, bukan kami.") . Seringkali kita tidak konsisten, langsung menuju bab best practice. Padahal memahami syntax dan bagaimana sebuah bahasa pemrograman bekerja lebih penting dari best practice.
Hal ini juga mendasari mengapa aku ikut ODOP (One Day One Post). Aku butuh komunitas yang membuatku bersemangat dan konsisten menulis. Jujur saja motivasi menulisku sangat rendah. Padahal setiap tahun selalu perpanjangan domain. Padahal sudah dikejar-kejar oleh istriku untuk membuat topik kembar. Tapi ya gitu deh. Istriku sudah membuat tulisan, ntar aku balas tulisannya 4 bulan kemudian.
Kata istriku, "Kita berada pada sebuah keadaan yang sangat mudah tergelincir. Sedikit saja lengah, besok kamu akan ter kick". Jadi di ODOP ini harus full konsentrasi. Jangan sampai lengah, fokus pada tujuan. Itu yang baju merah ditandai dulu, kemarin dia yang matiin mic (Yang lihat video rapat pengesahan UU Ciptakerja pasti paham).
Pengalaman Menulis Fiksi
Tulisan fiksi bukan hal yang asing. Toh sejak SD kita sudah mendapat pelajarannya. Dahulu aku suka dengan pelajaran mengarang. Menurutku cerita yang aku tulis bagus. Sesuai EYD, kata-katanya juga indah, misalnya "Pada suatu hari. Ina dan Ani pergi bertamasya." Tapi sayang nilai mengarangku tidak pernah bagus hanya gara-gara tulisanku tidak bisa dibaca oleh ibu Guru. Andai saja jaman itu sudah ada laptop. Mungkin nilai mengarangku tidak sejelek itu.
Tapi sayang hanya terhenti disitu. Setelah itu aku tidak pernah mengarang lagi, kecuali kalau lagi pas ketahuan melakukan kesalahan. Kadang keahlian mengarang kugunakan.
Hingga suatu ketika tantangan tugas minggu ini adalah menulis fiksi. Duh, sudah lama aku tidak berpuisi, berpantunpun jelek sekali. Apalagi mengarang.
Menurut KBBI online, fiksi diartikan sebagai:
1. cerita rekaan (roman, novel, dan sebagainya)
2. rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan: nama Menak Moncer adalah nama tokoh --, bukan tokoh sejarah
3. pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran
Sampai saat ini aku masih sering mengkhayal, sayangnya khayalanku bukanlah cerita rekaan. Biasanya aku mengkhayalkan sebuah alur dokumen menjadi sistem yang terintegrasi di aplikasi komputer.
Fiksi VS Non Fiksi
Tantangan ODOP minggu ini sangat berat, yaitu menulis fiksi. Selama ini aku nyaman menulis Non Fiksi. Bukan cuma nyaman sih, tapi karena otakku terlalu tumpul untuk berfiksi ria. Tapi tantangan harus dikerjakan atau kamu "OUT".
Perbedaan Menulis Fiksi Dan Non Fiksi
Ada perbedaan mendasar ketika menulis fiksi dan non fiksi. Sebelum menulis artikel Non Fiksi, aku mencari bahan-bahan dahulu. Kemudian aku menyusun opini yang didasari dari bahan-bahan tersebut. Biasanya teori-teorinya sudah paten tidak perlu diubah. Kata-kata yang digunakan cenderung deskriptif.
Berbeda dengan ketika menulis fiksi. Menyiapkan bahan-bahan yang akan ditulis tetap diperlukan. Tetapi bahan-bahan tersebut adalah dasar cerita atau untuk menggambarkan keadaan saja. Misalnya setting, tempat, keadaan sosial dan lain sebagainya. Penulis harus membuat cerita rekaan yang berhubungan dengan temanya. Kata-kata dan kalimat biasanya berupa percakapan, penggambaran tokoh, tempat dan lain sebagainya. Selain itu harus ada konflik didalamnya. Sebuah cerita tanpa konflik akan lebih susah diterima pembaca.
Alhamdulilah bulan sebelumnya aku mengikuti kajian Halaqoh Wajib OTS di Kuttab Al-Fatih Semarang (Tempat anakku bersekolah). Ustad Taufik sempat bercerita tentang kisah Sultan Turki yang menyolati seorang saleh. Saat mendengar cerita itu aku berseru dalam hati "Ahaaa. Cerita ini indah sekali, aku sungguh terharu."
Berdasarkan cerita itu aku membuat versi fiksi. Yang namanya fiksi ya harus berupa cerita rekaan. Tentu saja alur dan cerita aku ubah, namun tetap menggunakan garis besar cerita yang sama. Akhirnya jadilah posting fiksi pertama di blogku yang berjudul Rahasia Fulan.
Pengalaman Artikelnya Di Bedah di ODOP
Aku kaget sekali ketika bedah posting tadi malam. Ternyata artikelku ikut dibedah. Duh, padahal aku nggak pede sama sekali dengan tulisanku. Seumur-umur baru kali ini menulis non fiksi di blog. Sebenarnya aku berharap tulisan-tulisan non fiksiku yang dibedah. Tapi apa daya ternyata tulisan fiksiku dipilih untuk dibedah.
Kaget, nervous dan bangga menjadi satu. Bahasa kerennya Speechles, tergugah rasa riya'ku. Namun juga takut kalau tulisan ini banyak review buruknya. Bagaimanapun juga tulisan ini tulisan fiksi pertamaku setelah masa-masa sekolahku. Untung sebelumnya ada event membuat paragraf pertama yang ndaging banget ilmunya.
Perasaan was-was perlahan berubah menjadi rasa bangga. Banyak yang memuji tulisanku. Siapa sih yang tidak senang dipuji orang? Akupun menjadi makin besar kepala. Perutku yang kecilpun membuncit saking geernya.
"Stop!" euforia ini harus dihentikan. Aku tidak boleh terlarut dalam kegembiraan dan kebanggaan.
Jam sudah menunjukkan jam 10.35, aku masih saja terlarut dalam kebanggan ini. Tiba-tiba terdengar suara di otakku "Jangan lupa, ODOP menuntut konsistensimu, segera buka Laptop dan menulislah!"
Yang pasti tulisan-tulisanku selanjutnya bukanlah fiksi, kecuali ada tantangan menulis fiksi.
Terima kasih sudah mampir, terutama teman-teman peserta ODOP Batch 8. Tetap semangat! Semoga kita lulus bersama.
No comments for "Pengalaman Pertama Postingannya Dibedah DI ODOP"
Post a Comment