Peranan SIMRS Dalam Pelaporan Penemuan Kasus TB

 


Aku pernah menemukan postingan seseorang yang menganggap pemerintah lebay dalam pelaporan Covid. Kenapa Covid selalu diumumkan tapi TBC tidak?

Entah ini orang memang kritis atau  hanya mencari-cari kesalahan pemerintah saja. Tapi dia memang benar, TBC masih saja menjadi momok bagi Indonesia. Tapi bukan berarti pemerintah tidak serius memerangi TBC.

Meski TBC termasuk berbahaya dan Indonesia adalah negara dengan kasus TBC tertinggi. Tetapi penyebaran TBC tidak semasiv Covid. Meski demikian sistem pelaporan TBC saat ini juga kurang begitu baik. Kadang masih ada pasien TBC yang tidak terlaporkan pada sistem SITB milik Kementrian Kesehatan. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Bagaimana Peranan SIMRS Dalam Pelaporan Penemuan Kasus TB

Sebagai pusat data pencatatan pelayanan rumah sakit. Seharusnya SIMRS sudah memiliki data-data pasien yang memiliki riwayat TB. Dan memang benar, bahkan SIMRS biasanya sudah memiliki early system warning terkait TB sehingga pasien bisa langsung diarahkan ke klinik TB atau ruang Isolasi TB. Tentu saja early system warning ini tidak diperlihatkan dengan mencolok. Terkadang hanya tanda/kode yang hanya dipahami oleh petugas rumah sakit saja. Sehingga pasien lain tidak akan tahu.
 
Meski memiliki sistem pencatatan yang baik,namun pelaporan ke SITB masih dilakukan dengan manual (membuka aplikasi SITB). Ada juga yang sudah terbridging dengan SITB tetapi masih suka membuka lewat SITB. Lalu apa masalah yang terjadi?
 
Beberapa masalah pengembangan bridging/koneksi dengan aplikasi SITB milik kemkes yang aku alami adalah sebagai berikut:
 

1. Pasien Yang dilaporkan hanya Kasus baru.

Sebenarnya bisa jadi masalah ini karena masalah sistem SIMRS ditempatku. Karena kami belum memiliki sistem informasi TB terpisah.

Untuk mendeteksi pasien TB sih mudah, aku bisa menggunakan data diagnosa pasien. Tapi untuk mencari bahwa ini adalah kasus baru, inilah yang susah. Karena bisa jadi pasien menjadi kasus baru dari rumah sakit lain.

2. Mapping Obat 

Penamaan obat di rumah sakit biasanya menggunakan nama obat yang tertera dalam kemasan, bukan isi kandungan obat. Sedangakn nama obat yang umum digunakan untuk bridging adalah kandungan obat.
.

3. Masa Perawatan Yang Lama dan Multi Fasilitas Kesehatan

Masa perawatan dan penyembuhan TB minimal 6 bulan. Selama masa itu berarti akan ada beberapa kunjungan pasien hingga dia dinyatakan sembuh. 

Karena sistem ini belum ada ditempatku. Susah sekali melakukan tracing terhadap pasien TB yang masih dalam perawatan, 
 
Untuk menentukan awal diagnosa sih lumayan mudah. Tinggal dicari kapan pasien pertama kali mendapatkan diagnosa TB. Tapi bagaimana mencari akhir perawatan TB? Tentu saja lewat status Sembuh TB.

Tapi kami belum punya parameter itu di SIMRS kami. Berarti memang harus ada Sistem Pencatatan TB yang terpisah dari aplikasi Rawat Jalan.
 
 
Jika Semua masalah itu teratasi, peranan SIMRS dalam pelaporan kasus TB akan maksimal. SIMRS bisa mengirimkan data TB dengan realtime, bahkan tanpa peran serta pengguna. Ketika ada temuan TB akan terkirim otomatis ke server SITB, sehingga tidak ada cerita rumah sakit ketinggalan melaporkan pasien TB.


 

3 comments for "Peranan SIMRS Dalam Pelaporan Penemuan Kasus TB"

  1. Pembahasannya sedikit berat bagi saya ^ Tapi tetap dapat cepat dimengerti kakkk. Jadi selama sistemnya manual, kurang efektif ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, karena tidak satu aplikasi & ada jeda pelayanan bisa jadi terlewat entry data. Dengan bridging diharapkan simrs rumah sakit bisa membantu mengatasi bolongnya

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Post a Comment